Tuesday, May 8, 2012

Mendikte Gaya Penulisan Seseorang



Sebagai seseorang yang bukan berlatar belakang pendidikan sastra, saya tidak tahu menahu tentang bab tulis-menulis. Bagi saya, menulis itu mengalir begitu saja seperti air sungai yang mengalir terus menerus mencari titik terendah. Terlebih ketika jaman SMA, satu-satunya mata pelajaran yang pernah dapat nilai enam di raport adalah Bahasa Indonesia. Boleh dibilang malu-maluin (apalagi pelajaran Bahasa Inggris-nya dapat nilai sembilan) tapi apalah hendak dikata, memang belajar bahasa dan sastra itu memang sulit.

Beberapa bulan yang lain, di sebuah mailing list yang saya ikuti, terdapat lomba menulis. Pada awalnya saya tertarik dan saya sempat mendaftar ke panitianya. Saya berpikir, toh temanya juga gampang yaitu pengalaman berada di negeri orang. Setelah mendaftar, barulah saya membaca persyaratan perlombaannya. Ternyata syaratnya sangat sulit. Bukan hanya persyaratan teknis, seperti misalnya tulisan harus berapa halaman, font berapa, margin berapa, tapi juga persyaratan non teknis yang berkaitan dengan gaya penulisan.

Yang saya maksud dengan persyaratan gaya penulisan adalah panitia meminta tulisan yang diikutkan perlombaan tersebut haruslah tulisan yang bermajas-majas, meletup-letup, kalau ada sedihnya ya harus ditulis sesedih-sedihnya (sehingga pembacanya ikut mbrebes mili), kalau ada semangatnya harus menggambarkan semangat juang 45. Sehingga terkesan panitia mendikte gaya penulisan untuk diikutsertakan dalam lomba menulis itu.

Buat saya yang terbiasa menulis ala Blogging seperti ini tentu persyaratan-persyaratan tersebut sangatlah merepotkan. Akhirnya saya putuskan untuk mengundurkan diri dari lomba tersebut. Ya memang nasib saya, untuk tetap menulis di blog, walaupun harus tanpa ada yang baca sekalipun....

Gambar diambil dari sini http://mikroskoppenulis.blogspot.com/2010_05_01_archive.html lewat pencarian Google Gambar

Tanpa tempat dan tanggal
Sasongko Adjie

No comments:

Post a Comment